“Wah! Itu dia, sungguh
indahnya!” Aku terpaku di dalam lamunanku saat menatap dia lewat di
depanku, sambil bergumam menikmati keindahan dan cantik wajahnya. Namanya Ina,
yah begitulah samar-samar kudengar temannya memanggilnya, sampai saat ini, aku
belum sempat berkenalan dengannya. Aku hanya mengaguminya tanpa ia sadari.
Bahkan ia tak pernah melirikku sekalipun.
Mata yang berbinar, kulitnya yang halus dan putih
kekuning-kuningan. Sungguh cantik sekali. Kibasan rambutnya yang hitam lurus
sebahu, menambah pesonanya. Senyumnya yang indah dengan behel di giginya,
sangat membuatku terpana. Tetapi yang lebih membuatku terpesona adalah tahi
lalat yang berada di samping kiri hidungnya.
Selalu aku bertanya pada diriku sendiri “Mengapa aku tidak berani berbicara padanya?” Keberanianku selalu
surut setiap melihatnya. Tapi aku sadar tentu bahwa derajatku dengan dia
sungguh jauh berbeda. Ia bersekolah di salah satu sekolah swasta ternama di
kotanya, sedangkan aku? Hanyalah lelaki pas-pasan dengan bersekolah di sekolah
biasa di kotaku sendiri.
Mungkin inilah suka pada pandangan pertama, tetapi berbicara pun dengannya
belum aku alami. Padahal kami bertemu hanya kebetulan, lomba ini
mempertemukanku denganya, jika lomba ini berakhir, kesempatanku akan berakhir.
Kami akan kembali ke kota masing-masing dan tidak akan bertemu lagi. Padahal
hanya satu keinginanku, untuk berbicara dengannya.
Perlombaan ini adalah lomba debat bahasa inggris, dan kebetulan
saya lolos ke tingkat provinsi. Aku berjalan di koridor ruangan perlombaan,
berjalan santai sambil melirik ke ruang-ruang perlombaan yang telah dimulai,
aku melihat peserta dengan serius mengikuti perlombaan. Maklum, giliranku untuk
berlomba masih lama, aku masuk ke gelombang ketiga, sedangkan perlombaan masih
gelombang pertama.
Kulihat keadaan sangat sepi, sambil berdiri didepan papan
perlombaan, iseng-iseng aku mengeluarkan handphone lalu memasang headset di
telinga, lalu memutar lagu favoritku berjudul “butiran debu” yang dipopulerkan
oleh penyanyi ternama bernama Rumor. Saking asiknya mendengar lagu aku bergumam
mendendangkan lagu tersebut. Tapi aneh, sepertinya ada seorang cewek disampingku
berdiri juga menatap papan perlombaan, sepertinya dia menatapku, aku pun malu
melirik ke dia. “Itu……. Lagu….. suka… butiran debu kan?” kata cewek itu
samar-samar terdengar. Karena lagu yang kuputar cukup keras maka suaranya
terdengar kecil. Kubuka headsetku lalu berkata “Maaf? Anda berkata apa yah?” sambil menoleh melihatnya dan
ternyata…… Dia Ina! Gadis yang ku suka. Mimpi apa aku semalam.
“nggak, aku suka lagu yang
kamu dengar tadi, butiran debu khan?” kata Ina. “ Iah, lagu yang dipopulerkan Rumor, aku suka sekali lagu ini, biasalah
lagu anak gaul jaman sekarang hehee” balasku. “ Yang paling aku suka di bagian reff-nya, yang begini, aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi, aku
tenggelam dalam lautan luka dalam gitu khan?” kata Ina sambil
mendendangkan lagunya, wah suaranya sungguh menawan aku terpana seakan merasa
menjadi naga terbang menembus langit yang biru. Lalu aku pun melanjutkan
menyanyikan lagu itu “aku tersesat dan tak tau arah jalan pulang
aku tanpamu butiran debu” Sambil kugerakkan tanganku membentuk hati
yang patah. Kami pun tertawa berdua. Lalu kami saling berkenalan dan bercerita
bersama.
Lama kami bercerita akhirnya giliran Ina telah tiba, dia pun pamit
untuk menuju keruang perlombaan. Aku berkata “Semoga kamu menang yah! Semangat Ina!” dia pun menjawab “makasih! Doakan yah?”. Bahagia sekali
perasaanku, sungguh hal yang kuharapkan benar-benar terjadi, berbicara dengan
gadis cantik itu menjadi kenyataan. Tapi belum lama Ina pergi, guruku
memanggilku “Arul, sekarang giliranmu,
cepat ke ruang 4, lawanmu sudah berkumpul disana”. Aku menjawab dengan
senang “oke deh bu’ ayo kita keruang 4,
saya sudah siap berlomba dengan siapapun!” Maklumlah, sedang senang karena
Ina tadi, aku pun jadi ceria.
Akupun masuk ke ruang lomba dengan santai tanpa beban, tapi saat
kulihat kelompok lawan, ternyata kelompok Ina yang akan kami hadapi di
perlombaan ini. “ APA? Oh shit, Ina.
Gimana nih, mampus gua nih” gumamku dalam hati melihat Ina tersenyum
kepadaku. Bagaimana mungkin dari sekian banyak sekolah, ternyata kami
berlawanan dengan kelompoknya Ina. Aku pun duduk di kursi dengan tegang sambil
tersenyum ke Ina sebenarnya bukan tersenyum, tetapi lebih ke meringis meratapi
nasibku yang harus berhadapan dengan cewek yang bisa dibilang “Perusak
Konsentrasiku”. Bagaimana tidak merusak, dari tadi sebelum lomba, bukannya
memikirkan perlombaan, yang kupikirkan hanya Ina dan sekarang dia muncul
didepanku menjadi pesaingku. Beginilah nasib seorang pencinta wanita.
“Baiklah, kedua tim sudah
siap untuk memulai. Bapak akan membacakan peraturan perlombaannya” Kata
panitia perlombaan. Lomba pun dimulai, kebetulan sekali dan mungkin memang ini
nasibku yang harus menerimanya, Ina yang pertama menyampaikan argumen, dan kami
pun harus memperhatikannya. Aku memang memperhatikannya dengan seksama, tetapi pikiranku
pun akhirnya melenceng, bukannya memikirkan topiknya tetapi aku menatap wajah
Ina dengan sangat dalam.
Caranya menyampaikan argumen dengan bahasa tubuh yang gemulai,
tangannya yang indah dengan jari-jari lentiknya senantiasa bergerak saat dia
menjelaskan, raut wajahnya yang berubah-ubah saat menyampaikan argumen
membuatku tidak bosan untuk memandangnya. Entahlah tentang apa yang dia
bicarakan, yang ada dipikiranku saat ini hanyalah kekaguman yang melanda
jiwaku.
Bel dibunyikan tanda waktu untuk Ina memberi argumen telah
selesai, berarti kini giliran kelompokku memberi argumen. Untunglah, bukan aku
yang bertugas untuk menyampaikan argumen. Mulailah anggota kelompokku
menyampaikan argumen kami. Tapi seperti sebelumnya, pikiranku keluar dari jalur
perlombaan, aku menatap Ina yang juga sedang menatapku, ia tersenyum lembut
sambil menyelipkan rambutnya disela-sela telinganya lalu menunduk malu. Aku pun
tersenyum lebar melihat pesonanya. Sungguh momen yang sangat berkesan, tetapi
semua berubah saat bel berbunyi menyerangku.
Aku pun panik, terusik, seakan bersisik mendengar bel itu,
mengganggu kesenangan saja. Kini giliranku untuk membantah argumen lawan tetapi
apa yang harus aku katakan? Topik yang mereka jelaskan saja tidak aku mengerti,
seandainya aku disuruh untuk menjelaskan detail kecantikan Ina, pasti aku bisa.
“Bro! Topik yang mereka sampaikan tadi
apa? Ayolah, aku gak tau apa-apa nih!” aku bertanya pada anggota kelompokku
dengan sangat panik. Temanku menjawab “Wah,
keterlaluan kamu, dari tadi apa yang kamu perhatikan? Topik mereka tentang
setuju bahwa keindahan panorama Indonesia yang harus dimanfaatkan untuk tempat
wisata begitulah”. Aku terpaku, membeku dan sangat ragu-ragu. Keringat
dingin mengucur tubuhku, akhirnya dengan modal nekat, aku pun menyampaikan
bantahanku, dengan modal topik “keindahan”saja di otakku.
Sambil menatap wajah cantik nan indah Ina, sambil tersenyum ke dia
aku pun menyampaikan argumenku. Yah, sudah kita tahu, bahwa aku akan asbun
yaitu asal bunyi. “Oke, beauty. We talk
about beauty. Beauty for me……. is when i see her eyes, I feel like fly to the sky………. When I see her
smile,……… I feel like I am the most lucky man in the world, that’s beauty for
me. Thank you” Sontak semua orang di dalam ruangan terdiam, kaget, bukan
karena apa, tetapi seluruh yang saya sampaikan tidak berhubungan dengan topik
“Keindahan panorama Indonesia untuk dimanfaatkan” tetapi yang aku bicarakan
adalah “Keindahan wanita pujaan hati” Maka meledaklah tawa seluruh peserta
maupun penonton di ruangan itu, aku melihat Ina menggeleng-geleng dengan raut
wajah kasihan melihatku, tetapi di tersenyum menggambarkan dia tersentuh dengan
kata-kataku. Aku menunduk, malu, dan berharap semua ini berakhir.
Diluar
gedung perlombaan aku terduduk lesu sambil menundukkan kepala, kekecewaanku
karena perlombaan tadi menusuk sanubariku. Mengapa ini semua harus terjadi?
Kelompokku gagal untuk melanjutkan perlombaan. Akhirnya aku memutuskan untuk
pulang ke Kota ku sore hari itu juga. Aku akan pulang sendiri dengan patas,
karena teman dan guruku masih mengikuti perlombaan listening, writing dan
cerdas cermat bahasa inggris. Hanya aku yang ikut satu perlombaan dan gagal.
Tetapi disampingku seorang cewek datang dan merangkulku. Aku menoleh ternyata
ia Ina. “It’s ok Arul. Kekalahan adalah
kemenangan yang tertunda, kata-kata yang kamu ucapkan tadi sungguh indah,
apalagi saat kamu mengatakannya saat menatapku. Aku sangat tersentuh” kata
Ina menyemangatiku. Aku menjawab “Makasih
yah, hehee, tadi kata-kata itu langsung keluar, begitu aku menatap wajahmu,
sepertinya kata-kata itu tergambar dari keindahan dirimu. Sepertinya”.
Aku berjalan bersama Ina disampingku, aku bercerita tentang
kekecewaanku tadi. Ina bertanya padaku “Kamu
udah mau pulang yah? Kalo boleh jangan dulu deh!”, aku balik bertanya “kenapa?”. Ina pun menawariku sesuatu “Kalo kamu mau, aku ingin mengajak kamu
ketempat terindah disini, mau yah? Aku ingin menghiburmu karena kekecewaanmu
tadi. Pemandangan tempat ini sangat indah. Aku anter deh”. Aku pun menerima
tawarannya. Kami pun berangkat ke sana.
Benar kata Ina, tempat ini sangat indah. Ternyata ia mengajakku
melihat pemandangan laut dari sudut yang pas, disini kami menunggu matahari
tenggelam sambil dia bercerita kepadaku. “Tahu
gak Arul? Tempat ini sangat bersejarah bagi aku. Aku ama almarhum papa sering
kesini, dia berkata bahwa tak akan ada keindahan yang mengalahkan keindahan
alam, yaitu ciptaan Tuhan. Dan keindahan sesungguhnya adalah dimana kita
mengsyukuri segala sesuatu yang kita dapatkan baik itu kebaikan maupun hal yang
kurang kita inginkan” Kata Ina bercerita panjang lebar kepadaku dengan mata
yang berkaca-kaca sambil menahan tangis. Aku bisa membaca dari matanya, ada kesedihan
yang terbesit di hatinya dimana ia berusaha menahan gejolak kesedihan.
Sepertinya ia berusaha untuk menerima kenyataan dalam hidupnya yang penuh
kesedihan, berusaha menahan derita dan melupakan kenangan terburuknya, walau ia
susah untuk melupakannya. Tetapi itu hanya perkiraanku melihat dia menahan
tangis.
“Arul, aku cuma ingin
memberi kamu semangat, agar tidak cepat kecewa karena tadi, kamu pasti sedihkan
apalagi malu sekali, jangan cepat menyerah yah?” Kata Ina sambil tersenyum
lalu mengusap sedikit air matanya. Aku menjawab “Eh, kamu koq nangis sih? Gak papa lagi aku gak papa, palingan kecewa
biasa nanti pasti udah semangat lagi. Kamu koq nangis, pasti karena aku khan?” kataku
menggombalnya. Di tertawa, walau masih ada kesedihan tersirat dimatanya. “Kamu tahu gak, caramu menatapku tadi, dan
kata-katamu tadi tentang keindahan, sangat mirip dengan papaku. Saat aku
melihatmu, aku merasa berada dekat dengan papaku, aku merasa mendapatkan
kembali orang yang aku sayang. Itulah aku mengajakmu kesini, karena aku ingin
merasa sangat dekat dengan sosok sepertimu, aku jadi terbawa suasana mengingat
papaku yang sepertimu berada ditempat favorit kami berdua”.
Dari kata-katanya, aku merasa senang, wanita pujaanku, yang aku
impikan ternyata mengagumiku juga, walau sebatas mirip dengan sosok ayahnya,
tapi tidak apalah, aku senang membuatnya bahagia. Kami pun terdiam membisu
saling bertatapan kedua mata, aku pun menggenggam kedua tangannya, memandangnya
dalam, aku tersenyum lembut ke dia dan kami kompak menoleh ke matahari yang
hampir tenggelam, aku pun berkata ditengah keheningan. “ Sebenarnya di dunia ini tidak ada kata kecewa. Seperti aku tadi yang
mengalami kegagalan, kita harus menghadapi dengan lapang dada, berusaha
memperbaikinya dan mensyukuri segalanya, jadi tak akan ada kekecewaan bagaimana
Ina? Setuju?” Ina pun tersenyum. Saat inilah aku menatapnya dengan sangat
kagum, lebih kagum dari sebelumnya. Di tempat ini dia menjadi sangat cantik
bahkan jauh lebih cantik dari pertama aku melihatnya. Suasana menjadi gelap.
Keadaan berubah, semua pemandangan, semuanya hilang, semua menjadi redup hanya
Ina yang terlihat didepanku, tetapi makin lama dia terlihat redup, lalu
menghilang dengan senyuman manisnya. Sontak semua menjadi gelap, aku berasa
berada diruangan yang gelap, tanpa ada benda apapun dan penerangan apapun. Aku
menjadi bingung berbalik, menoleh dan melihat kiri dan kanan semua gelap. “Apa yang terjadi?”
“ Kriiiiing..Kriiiiing..kriiinnngggg..
krrriiiinnnnggggg “ Jam weker disampingku berbunyi membangunkanku dari mimpi
indah tadi, aku melihat jam, pukul 05.15, aku terbangun dari tempat tidur lalu
terduduk dan menunduk. Ternyata tidak ada perlombaan, ternyata tidak ada
kekalahan diperlombaan dan ternyata tak ada pemandangan. Semuanya itu hanyalah
mimpi, tetapi mimpi tersebut memberikan pelajaran untukku, bahwa kita sebagai
manusia senantiasa bersyukur dengan apapun yang kita dapatkan, maka tak akan
ada rasa kekecewaan. Yah , mimpi tadi sangat indah, apalagi gadis cantik yang
saya kagumi bernama Ina, walaupun dia tidak nyata, tetapi mimpi tadi sangatlah
berkesan. Saya pun bergegas mandi, bersiap untuk shalat.
Posting Komentar